Salah satu “tujuan negara Indonesia yang ke dalam (Internal)” terdapat dalam alinea ke-IV pembukaan UUD 1945, yang berbunyi, "..memajukan kesejahteraan umum. Jika dihubungkan dengan ketentuan pasal 33 ayat (2) dan (3) dari UUD 1945 yang meneguhkan penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Indonesia oleh negara jelas merupakan bentuk monopoli negara/pemerintah terhadap kekayaan alam yang ada di Indonesia.
Sehingga atas dasar ini adanya program "SUBSIDI"
untuk kebutuhan pokok rakyat jelas merupakan konsekuensi logis atas bentuk
monopoli Sumber Daya Alam tersebut oleh negara. Kalau subsidi terhadap
kebutuhan pokok rakyat tanpa terkecuali dihapuskan / ditiadakan, maka hal itu
merupakan pengkhianatan terhadap tujuan negara kita yaitu “memajukan kesejahteraan
umum.”
Ada pertanyaan, apakah rakyat harus diberikan dan bergantung
pada subsidi pemerintah?
Terhadap pertanyaan ini tentu rakyat memang tidak boleh
ketergantungan pada subsidi pemerintah, tapi terlepas dari idealitas tersebut
“subsidi” dari pemerintah apapun alasannya tidak boleh dihapuskan / ditiadakan,
karena seperti disinggung di atas adalah merupakan konsekuensi dari hak
monopoli negara atas SDA.
Bisa dibayangkan kalau rakyat diberi hak sejak awal
kemerdekaan RI untuk diberi wewenang atau menguasai pengelolaan SDA sejak jaman
Orde Lama (ORLA), jaman orde baru (ORBA) hingga sekarang ini, tentu rakyat
punya waktu yang cukup untuk memanfaatkan kesempatan mengembangkan SDA dalam
bidang perekonomian rakyat dan nasibnya tentu tidak akan terpuruk seperti sekarang
ini, rakyat yang mengalami kemiskinan yang cenderung miskin absolut.
Tujuan negara yang lain yang juga tercantum dalam aline IV
pembukaan UUD 1945 adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa" merupakan
bentuk tanggungjawab pemerintah dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM),
sehingga rakyat mampu meningkatkan kesejahteraannya sendiri yang pada
gilirannya tidak selalu bergantung pada subsidi yang diberikan oleh pemerintah,
walaupun subsidi tersebut harus tetap diberikan, namun rakyat tentu tidak akan keberatan
subsidi tersebut diatur ke arah sasaran yang lebih membutuhkan.
Dalam era globalisasi yang menekankan pada kehidupan ekonomi
pasar dimana pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi rakyat sepenuhnya diserahkan
kepada mekanisme pasar bebas, keadaan ini jelas bangsa / rakyat Indonesia belum
siap menindaklanjutinya karena di samping SDA Indonesia sebagian besar sudah
terlanjur dikuasai oleh para kapitalis ( para investor ) dan sebagian besar
cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak juga dikuasai
oleh orang asing, sehingga menjadi lebih sulit bagi pemerintah untuk
mengembalikan posisi yang ada saat ini kearah seperti yang dimaksud di dalam
pasal 33 ayat (2) yang berbunyi, “cabang-cabang produksi penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Dan berkaitan dengan program subsidi terhadap kebutuhan
pokok rakyat termasuk BBM yang harus diberikan kepada rakyat selalu akan
terganggu, karena pendapatan pemerintah di samping bergantung pada ekonomi pasar
yang berkaitan dengan pajak dan macam pajak yang dipungut langsung dari rakyat
dan juga berasal dari keuntungan dari perusahaan yang vital yang jumlahnya
dapat dikatakan tidak lagi signifikan karena penerimaan negara disektor ini
hanya sedikit, dan ini disebabkan perusahaan-perusahaan penting yang ada di
Indonesia sebagian besar kepemilikannya adalah milik orang asing atau investor
asing.
Kesimpulannya subsidi pemerintah kepada rakyat selalu akan
terganggu dan kebijakan pemerintah yang selalu berusaha mengurangi dan
menghapuskan subsidi jelas bertentangan dengan tujuan negara ke dalam
sebagaimana disebut di dalam alinea ke-IV pada Pembukaan UUD 1945.