Perang terhadap mafia hukum, mafia pajak, dan korupsi

Satu per satu skandal mafia di tubuh penegak hukum dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terungkap. Mulai kasus Gayus H. Tambunan yang menimbulkan efek domino di Ditjen Pajak, kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan. Tiap-tiap institusi menyikapi skandal sistemis tersebut dengan keseriusan yang berbeda.

Ditjen Pajak terlihat paling tegas dengan langsung menonaktifkan sejumlah pegawai dan pejabat di tempat Gayus bertugas dan membuka akses pelaporan LHKPN terhadap pegawai pajak yang sebelumnya tidak tersentuh, bahkan oleh KPK. Kepolisian pun melakukan beberapa langkah. Antara lain, menetapkan tersangka dua penyidik, menonaktifkan seorang jenderal yang diduga terkait dengan mafia kasus, dan melakukan serangkaian pemeriksaan kode etik secara internal.

Meskipun dinilai paling lambat dan tidak menunjukkan progres, kejaksaan juga menyatakan tidak cermatnya beberapa jaksa peneliti dan jaksa penuntut umum yang menangani kasus Gayus. Sayang, kejaksaan masih berkutat pada persoalan administratif. Padahal, dugaan aliran dana terhadap jaksa sudah disampaikan oleh PPATK. Sebaliknya, di institusi pengadilan, Mahkamah Agung justru menyatakan bahwa hakim-hakim tersebut bersih dan tidak melanggar aturan. Pernyataan itu berbanding terbalik dengan temuan Komisi Yudisial (KY) tentang dugaan aliran uang terhadap hakim.

Mencermati tindakan empat institusi itu, sepintas masyarakat mungkin berpikir, telah dilakukan beberapa perubahan di setiap institusi. Akan tetapi, kita sadar betul bahwa penanganan seperti itu rentan terjebak dan dilokalisasi pada kasus per kasus.

Belajar dari sejumlah skandal di institusi tersebut pada tahun-tahun sebelumnya, yang terus terulang, tidak berlebihan kita menyebut apa yang dilakukan hari ini hanyalah "buih-buih". Bukan keseriusan substantif untuk benar-benar membersihkan institusi penegak hukum dan Ditjen Pajak dari bakteri mafioso.

Perang terhadap mafia hukum, mafia pajak, dan korupsi harus dilakukan secara institusional. Ia tidak mungkin bisa dituntaskan dengan cara menari-nari dari kasus per kasus. Sebab, gegap gempita penanganan kasus Gayus, Bahasyim, bahkan kasus lain, justru rentan dimanfaatkan untuk kepentingan politik pencitraan, kamuflase komitmen antikorupsi, dan bukan tidak mungkin memperkuat konsolidasi mafia di tubuh setiap institusi. Sebab, kita sangat sadar, ibarat rumput liar, lahan untuk praktik mafia di kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan terutama Ditjen Pajak masih sangat subur. Ditambah, petugas pembersih sering lalai dan tercemar.
saat ini adalah momentum yang paling tepat untuk membersihkan institusi -bukan perorangan semata- dengan perombakan total. Baik aspek kepemimpinannya; sistem regulasi, promosi, dan mutasi; pengawasan; sanksi; kekayaan yang tak wajar; hingga remunerasi yang layak. Kapolri dan jaksa agung, misalnya. Dua tampuk tertinggi kepolisian dan kejaksaan itu telah dinilai tidak mampu membersihkan, menjaga, dan menempatkan institusi masing-masing sebagai penegak hukum yang ideal.

Di era Jaksa Agung Hendarman Supandji, terjadi skandal suap Urip Tri Gunawan yang melibatkan sejumlah jaksa agung muda, kasus jaksa penjual narkoba, penahanan Prita Mulyasari, perkara Anggodo yang merembet hingga wakil jaksa agung, dan kali ini mafia pajak Gayus. Demikian juga kepolisian. Citra institusi yang kini mereformasi diri itu justru terpuruk saat dipimpin Kapolri saat ini. Salah satu indikasinya, mulai diragukannya independensi Polri dalam penyelenggaran Pemilihan Umum 2009 dan pemilihan presiden. Selain itu, ada kasus salah tangkap, persoalan cicak lawan buaya, perkara Anggodo yang tidak mampu ditangani, hingga dugaan keterlibatan sejumlah jenderal polisi dalam kasus Gayus. Sulit dibayangkan perang terhadap mafia hukum bisa berjalan efektif jika kondisi status quo tersebut masih dipertahankan.

Masuk akal jika kita berpikir tidak ada pilihan lain, selain membersihkan institusi itu. Sebab, jika kepolisian kotor, kejaksaan dan pengadilan tercemar, dan Ditjen Pajak tetap tak mampu membasmi mafia di tubuhnya, semua itu bakal merugikan dan mengancam masyarakat secara langsung. Tidak akan ada pengayom masyarakat bila polisi mengabdi kepada kepentingan mafia. Hukum bakal tumpul apabila kejaksaan dan pengadilan tercemar. Lalu, uang negara akan terus bocor di Ditjen Pajak dengan ketimpangan penghasilan yang luar biasa antara pegawai pajak dan masyarakat.

Karena itu, tidak berlebihan jika kita me-warning sejak awal bahwa kita berada di titik "darurat mafia". Sendi-sendi penting institusi pelayanan masyarakat dan penghasilan negara kini dibajak kekuatan mafioso. Sementara itu, komitmen politik pimpinan negara tidak beranjak dari sekadar permainan kasus per kasus. Hal tersebut akan mempersulit Indonesia, tidak hanya untuk pemberantasan korupsi, tetapi juga berimplikasi terhadap penegakan HAM, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas hidup rakyat, bahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin.
pemberantasan mafia hukum sudah saatnya memikirkan hal yang lebih fundamental, bukan hanya respons sporadis oleh Satgas Mafia Hukum; pencopotan satu atau dua jaksa dan polisi; bahkan penetapan Gayus, Bahasyim, dan Syahril Djohan sebagai tersangka; melainkan jauh lebih besar daripada itu.

e-commerce ataw perdagangan elektronik

Perdagangan elektronik atau e-dagang (bahasa Inggris: Electronic commerce, juga e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-dagang dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.

Industri teknologi informasi melihat kegiatan e-dagang ini sebagai aplikasi dan penerapan dari e-bisnis (e-business) yang berkaitan dengan transaksi komersial, seperti: transfer dana secara elektronik, SCM (supply chain management), e-pemasaran (e-marketing), atau pemasaran online (online marketing), pemrosesan transaksi online (online transaction processing), pertukaran data elektronik (electronic data interchange /EDI), dll.

E-dagang atau e-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain teknologi jaringan www, e-dagang juga memerlukan teknologi basisdata atau pangkalan data (databases), e-surat atau surat elektronik (e-mail), dan bentuk teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem pengiriman barang, dan alat pembayaran untuk e-dagang ini.

E-dagang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali banner-elektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu halaman-web (website). Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik menghasilkan penjualan seharga AS$12,2 milyar pada 2003. Menurut laporan yang lain pada bulan oktober 2006 yang lalu, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai seperempat trilyun dolar US pada tahun 2011.
Sejarah perkembangan

Istilah "perdagangan elektronik" telah berubah sejalan dengan waktu. Awalnya, perdagangan elektronik berarti pemanfaatan transaksi komersial, seperti penggunaan EDI untuk mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian atau invoice secara elektronik.

Kemudian dia berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunya istilah yang lebih tepat "perdagangan web" — pembelian barang dan jasa melalui World Wide Web melalui server aman (HTTPS), protokol server khusus yang menggunakan enkripsi untuk merahasiakan data penting pelanggan.

Pada awalnya ketika web mulai terkenal di masyarakat pada 1994, banyak jurnalis memperkirakan bahwa e-commerce akan menjadi sebuah sektor ekonomi baru. Namun, baru sekitar empat tahun kemudian protokol aman seperti HTTPS memasuki tahap matang dan banyak digunakan. Antara 1998 dan 2000 banyak bisnis di AS dan Eropa mengembangkan situs web perdagangan ini.
Faktor kunci sukses dalam e-commerce

Dalam banyak kasus, sebuah perusahaan e-commerce bisa bertahan tidak hanya mengandalkan kekuatan produk saja, tapi dengan adanya tim manajemen yang handal, pengiriman yang tepat waktu, pelayanan yang bagus, struktur organisasi bisnis yang baik, jaringan infrastruktur dan keamanan, desain situs web yang bagus, beberapa faktor yang termasuk:

1. Menyediakan harga kompetitif
2. Menyediakan jasa pembelian yang tanggap, cepat, dan ramah.
3. Menyediakan informasi barang dan jasa yang lengkap dan jelas.
4. Menyediakan banyak bonus seperti kupon, penawaran istimewa, dan diskon.
5. Memberikan perhatian khusus seperti usulan pembelian.
6. Menyediakan rasa komunitas untuk berdiskusi, masukan dari pelanggan, dan lain-lain.
7. Mempermudah kegiatan perdagangan

Masalah e-commerce

1. Penipuan dengan cara pencurian identitas dan membohongi pelanggan.
2. Hukum yang kurang berkembang dalam bidang e-commerce ini.

Aplikasi bisnis

Beberapa aplikasi umum yang berhubungan dengan e-commerce adalah:

* E-mail dan Messaging
* Content Management Systems
* Dokumen, spreadsheet, database
* Akunting dan sistem keuangan
* Informasi pengiriman dan pemesanan
* Pelaporan informasi dari klien dan enterprise
* Sistem pembayaran domestik dan internasional
* Newsgroup
* On-line Shopping
* Conferencing
* Online Banking

Perilaku konsumtif masyarakat Indonesia

alasan lain yang mendorong masyarakat Indonesia menjadi sangat konsumtif daripada seharusnya, jauh lebih konsumtif dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan.
Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang relatif rendah adalah salah satu faktornya, Salah satu implikasi dari rendahnya tingkat pendidikan adalah sedikitnya konsumen yang suka membaca. Itulah sebabnya, iklan di televisi adalah pemilihan media yang masih sangat tepat untuk menjangkau pasar Indonesia. Rasanya sungguh sulit untuk menjadi produk nasional tanpa mengandalkan iklan televisi. Padahal, beberapa negara seperti Singapura, justru iklan di media cetak adalah yang terbesar. Kegemaran masyarakat Indonesia menonton TV (baca : sinetron dan infotaiment) dimanfaatkan dengan baik oleh para produsen.
ditambah lagipengaruh para publik figur (baca : Selebriti) yang sangat besar. Gaya hidup mereka menjadi bagian yang dipertimbangkan masyarakat dalam pembelian suatu produk. Mudah dipahami apabila kemudian banyak perusahaan telekomunikasi, perbankan, makanan dan minuman yang kemudian menjadikan artis sebagai bintang iklan mereka. Masyarakat Indonesia juga dikenal dengan masyarakat yang memiliki kebiasaan yang kuat untuk hidup berkomunitas, gotong royong dan menjadi satu grup-grup. Adanya perkumpulan dalam bentuk dharma wanita, arisan, karang taruna adalah wujud perilaku nyata dari kehidupan berkomunitas masyarakat Indonesia. Adanya keinginan untuk merasa 'diakui' oleh komunitas ini adalah hal yang kemudian memicu masyarakat untuk menjadi konsumtif. Keinginan untuk mendapatkan "pengakuan" inilah yang kemudian direfleksikan dengan berperilaku konsumtif dengan cara membeli barang2 mahal, hi-tech dan keluaran terbaru yang ada dipasaran tidak peduli bahwa sebenarnya barang tersebut sebetulnya kurang/tidak dibutuhkan.

Search