Menggugah Perspektif Masyarakat Terhadap Paradigma Baru Sistem Pendidikan (Nasional)


Dunia pendidikan (nasional) dirasakan selalu tertinggal dibandingkan dengan perkembangan teknologi, informasi maupun dunia bisnis yang seharusnya seiring sejalan dalam perkembangannya mengikuti tuntutan dan zamannya, apakah karena dunia pendidikan lebih banyak dan harus berorientasi kepada human investment katimbang memikirkan profit and lost yang bernaung dalam suatu wadah/lembaga dengan embel-embel nirlaba ? Mungkin ini suatu fenomena yang sering terjadi dalam dunia pendidikan (nasional) manakala kita ingin maju dan dihadapkan pada tantangan globalisasi disemua sektor.

Dan sebagai konsekuensinya yang muncul ketika kita ingin mewujudkan harapan cita-cita mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan dapat terwujud adalah bagaimana agar masyarakat mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) terhadap perkembangan dunia pendidikan ini mengingat dalam membangun dan meningkatkan kualitas pendidikan tidak cukup hanya dengan memiliki spirit semata yang lebih konkrit lagi adalah terbentuknya suatu keinginan atau political will dan komitmen yang kuat dari segenap lapisan masyarakat.

Paradigma Baru Sitem Pendidikan

Dalam upaya menjawab kebutuhan dan tantangan dunia global saat ini, paling tidak ada dua aspek dalam sistem pendidikan yang dapat kita jadikan bahan kajian dan kita gali untuk dilakukan perubahan menjadi paradigma baru yang berlaku.

Aspek pertama adalah dalam hal metode pembelajaran, sejak dahulu metode pembelajaran kita selalu berorientasi dan bersumber hanya kepada guru dan berlangsung satu arah (one way), kita sepakat bahwa metode ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi dengan tanpa mengenyampingkan bahwa GURU itu tetap harus menjadi insan yang patut di Gugu dan di tiRu. Sudah saatnya kini orientasi berubah tidak hanya kepada satu sumber saja (Guru), tetapi harus dilakukan berorientai kepada siswa dan secara multi arah, dengan terjadinya proses interaksi ini diharapkan akan menstimulir para siwa untuk lebih menumbuhkan tingkat kepercayaan dirinya, proaktif, mau saling bertukar informasi, meningkatkan keterampilan berkomunikasi, berfikir kritis, membangun kerja sama, memahami dan menghormati akan adanya perbedaan pendapat dan masih banyak harapan positif lainnya yang lahir dari adanya perubahan tersebut serta pada akhirnya siswa akan dihadapkan pada realitas yang sebenarnya dalam memandang dan memahami konteks dalam kehidupan kesehariannya.

Aspek kedua adalah menyangkut manajemen lembaga pendidikan itu sendiri, seperti kita alami selama ini dimana pada waktu sebelumnya sekolah hanya bergerak dan beroperasi sendiri-sendiri secara mandiri, maka dalam konteks pembelajaran masa kini dan kedepan setiap sekolah harus mempunyai dan membangun networking antar lembaga pendidikan yang dapat saling bertukar informasi, pengetahuan dan sumber daya, artinya sekolah lain sebagai institusi tidak lagi dipandang sebagai rival atau kompetitor semata tetapi lebih sebagai mitra (counterpart).

Memang jika kita pikirkan kembali kedua aspek paradigma baru ini dalam implementasinya tidak akan semudah seperti membalik telapak tangan, akan banyak ekses maupun aspek lainnya yang harus dipikirkan seperti misalnya berakibat akan adanya perubahan dan peran sebuah lembaga pendidikan yang selama ini kita pahami. Namun melalui konteks perubahan ini kelak akan jelas terlihat bagaimana sektor pendidikan akan dapat bersinergi dan seiring sejalan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, pengetahuan dan bisnis sekalipun, karena ouput dari suatu pendidikan menjadi lebih berkualitas.

Implementasi Paradigma Baru Sisdiknas

Output yang bagaimana yang dapat kita harapkan dari suatu proses perubahan pendidikan dalam menuju kearah peningkatan kualitas adalah tergantung dari bagaimana kita mengimplemantisakan, dengan tetap berkomitmen dan berpegang pada aspek perubahan paradigma baru sistem pendidikan dan stressing nya difokuskan terhadap hal-hal berikut ini : (R.Eko Inrajit, 2006, Halaman 379)

1.Sistem Pendidikan harus diimplementasikan dengan berpegang pada prinsip “muatan lokal, orientasi global”
2.Konten dan kurikulum yang dibuat harus berbasis pada penciptaan kompetensi siswa (kognitif, afektif dan psikomotorik)
3.Proses belajar mengajar harus berorientasi pada pemecahan masalah riil dalam kehidupan, tidak sekedar mengawang-awang (problem base learning)
4.Fasilitas sarana dan prasarana harus berbasis teknologi informasi agar dapat tercipta jejaring pendidikan antar sekolah dan lembaga lainnya
5.Sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidkan harus mempunyai kemampuan multi dimensi yang dapat merangsang multi intelejensia peserta didik
6.Manajemen pendidikan harus berbasis sekolah ? Sistem informasi terpadu untuk menunjang proses administrasi dan strategis
7.Otoritas pemerintah daerah diharapkan lebih berperan dalam menunjang infrastruktur dan suprastruktur pendidikan ? Sesuai strategi otonomi daerah yang diterapkan secara nasional.
Dalam upaya menciptakan keunggulan kompetitif ini, masyarakat perlu berpartisipasi secara aktif untuk dapat menumbuhkan dan menciptakan inovasi yang berharga bagi perkembangan dunia pendidikan, karena tanpa ada inovasi yang signifikan, pendidikan nasional hanya akan menghasilkan output yang tidak mandiri, kurang percaya diri dan selalu akan tergantung pada pihak lain.Dalam perspektif masyarakat terhadap pendidikan harus mampu menjembatani dan mengatasi kesenjangan

Politik Tetap Berpengaruh Besar pada Ekonomi Asia 2010



Tidak diragukan lagi, Asia merupakan mesin penggerak perekonomian global selama krisis. Meskipun demikian, krisis finansial masih menyisakan bahaya, seperti risiko kekacauan sosial karena tingginya tingkat pengangguran dan meningkatnya ketidaksetaraan sosial ketika perekonomian membaik.

Ketakutan akan meluasnya kerusuhan tahun lalu memang tidak terbukti. Sebagian besar perekonomian di Asia saat ini tumbuh cukup mengagumkan. Tetapi, pengangguran masih terlihat tinggi. Pada tahun 2010 ini risiko politik yang terkait dengan perekonomian masih ada.

Risiko yang mungkin akan mengganggu stabilitas ekonomi tahun ini antara lain adalah aset yang terlalu menggelembung (bubble), tekanan deflasi, bahaya kekacauan sosial dan politik, tingginya pengangguran, serta lemahnya pertumbuhan.

China

China merupakan negara yang berpotensi berisiko tinggi dalam hal kemungkinan terjadi kerusuhan sosial pada 2010. Untungnya, kekacauan sosial di China dianggap tak akan menyebabkan penurunan di pasar saham. Pertanyaan selanjutnya, apakah kekerasan itu akan cukup kuat memengaruhi keadaan politik atau mengganggu perekonomian secara signifikan.

Jika terjadi kekacauan di China, itu tidak hanya akan menyebabkan instabilitas di China saja, tapi juga akan menyebabkan penjualan besar-besaran aset-aset China yang akan memengaruhi pasar global.

Akan tetapi, tampaknya para analis memandang risiko terjadinya kerusuhan politis ini sangat rendah di China dalam tahun-tahun ke depan. Akademi Ilmu Sosial China bulan lalu menyatakan bahwa China telah mengalami konflik sosial yang tidak terduga pada tahun 2009.

Kekacauan etnis di Xinjiang dan Tibet tidak sampai mengganggu kesatuan nasional dan menakutkan investor.

Thailand dan Korea Utara

Di tempat lain di Asia, dikhawatirkan kerusuhan yang terjadi akan lebih merusak lagi. Khususnya di Thailand. Hal itu tercermin dari konflik-konflik politik setempat yang terbentang lebar antara elite urban dan kaum miskin pedesaan. Pertentangan itu bahkan terjadi sebelum ada krisis finansial global yang memperburuk perekonomian Thailand.

Kombinasi dari pemerintahan yang lemah dan sering menghadapi kekerasan dari jalanan serta masalah dari mantan perdana menteri merupakan faktor ketidakpastian utama di Thailand. Diperkirakan, jika kesehatan raja memburuk lagi, maka akan meningkatkan tensi politik dan memengaruhi peringkat. Tingkat kepercayaan akan berkurang lagi, investasi asing langsung jelas akan menurun sehingga akan menurunkan laju pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, Korea Utara mengandung masalah lain. Sedikit sekali informasi ekonomi yang didapatkan dari negara itu. Tetapi, terlihat bahwa perekonomian mereka semakin memburuk. Walaupun Pyongyang menyatakan mereka akan kembali ke meja perundingan mengenai perlucutan nuklir, masih ada pertanda pembicaraan belum dapat berlangsung mulus.

Pemotongan mata uang akhir tahun lalu juga menambah kesulitan bagi rakyat Korea Utara. Kemungkinan kekacauan yang terjadi di Korea Utara juga merupakan potensi politik yang membahayakan tetangganya. Tidak hanya karena Korea Utara yang tidak stabil dapat menyerang tetangganya, tetapi juga karena kekacauan politik yang dapat menuju pada penyatuan semenanjung Korea membawa ongkos ekonomi yang besar.

Risiko politik Korea Utara memang sulit dikuantifikasi, tetapi tampaknya faktor-faktor itu sudah diperhitungkan sehingga pasar Korea Selatan dapat melemah jika rezim Pyongyang tidak berdaya. (eris bara dt,SH)

Search